OJK Ingatkan LKM Terkait Masalah Kredit Macet Tinggi
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) diharapkan dapat menjadi pendorong utama dalam memajukan perekonomian di tingkat desa. Namun, dalam menjalankan peran strategisnya, LKM dihadapkan dengan sejumlah tantangan internal terutama terkait tata kelola. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengidentifikasi beberapa permasalahan terkait tata kelola LKM baik yang berbasis konvensional maupun syariah dalam dokumen Roadmap Pengembangan dan Penguatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) untuk periode 2024-2028.
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh LKM adalah tingginya tingkat kredit macet dan biaya operasional yang tidak efisien. Menurut data yang disampaikan oleh OJK, rasio kualitas pembiayaan bermasalah pada LKM konvensional mengalami peningkatan dari 19,50% menjadi 25,27% pada Desember 2023. Hal ini dilihat dari rasio pinjaman bermasalah atau non-performing loan (NPL). Selain itu, rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) pada LKM konvensional juga selalu berada di atas 90% dalam lima tahun terakhir, bahkan mencapai 102,37% pada tahun 2023.
Tidak hanya LKM konvensional, LKM syariah juga menghadapi masalah serupa. Rasio NPL pada LKM syariah juga selalu melebihi batas maksimum yang ditetapkan oleh OJK yaitu 10%, dengan angka mencapai 25,88% pada tahun 2023. Meskipun demikian, OJK optimis bahwa rasio NPL ini dapat diturunkan secara signifikan dengan upaya yang tepat.
Selain itu, efisiensi operasional LKM syariah juga masih perlu ditingkatkan. Rasio BOPO LKM syariah dalam lima tahun terakhir berkisar antara 80-90%, yang diduga disebabkan oleh biaya operasional yang tinggi untuk layanan kredit mikro dan ultra mikro. Meskipun demikian, pada akhir tahun 2023, rasio BOPO LKM syariah berhasil turun menjadi 82,70%.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, Ketua Asosiasi LKM/LKMS se-Indonesia (Aslindo), Burhan, tetap optimis bahwa LKM memiliki peran penting dalam memberikan akses pembiayaan kepada masyarakat desa, terutama mereka yang berpenghasilan rendah. Dengan bunga yang kompetitif dan kemudahan akses pembiayaan, LKM dianggap sangat sesuai dengan kebutuhan masyarakat pedesaan.
Burhan percaya bahwa dengan terus meningkatkan tata kelola, LKM akan terus berkembang dan memberikan manfaat sebagai penggerak ekonomi di tingkat desa. “Kami berada dekat dengan masyarakat desa, sehingga kami bisa memahami dengan baik kondisi dan kebutuhan mereka. Kami tidak hanya membantu usaha mereka bertahan, tetapi juga memastikan bahwa mereka dapat memberikan nafkah bagi keluarga mereka,” ujar Burhan dengan penuh keyakinan.