OJK Tindak Tegas: 28 Pinjol Terkena Sanksi Kurang Modal
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa dari 98 Penyelenggara fintech peer to peer (P2P) lending, sebanyak 28 di antaranya belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum sebesar Rp7,5 miliar. Kewajiban tersebut baru diberlakukan mulai tanggal 4 Juli 2024, meningkat dari sebelumnya hanya Rp2,5 miliar sebagaimana diatur dalam Pasal 50 ayat (2) huruf b POJK 10/2022 tentang LPBBTI.
Selain itu, pada bulan Juni 2024, juga terdapat tujuh dari 147 perusahaan pembiayaan (PP) yang masih belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum sebesar Rp100 miliar. Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan OJK, Agusman, menyatakan bahwa hal ini merupakan masalah serius yang harus segera diatasi.
Agusman menjelaskan bahwa alasan perusahaan pembiayaan penyelenggara fintech P2P lending belum dapat memenuhi kewajiban ekuitas minimum adalah karena belum dilakukannya penyuntikan modal atau proses peningkatan permodalan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, OJK telah memberikan sanksi sesuai dengan regulasi yang berlaku dan meminta penyelenggara tersebut untuk menyampaikan rencana pemenuhan kecukupan permodalan kepada OJK.
OJK terus melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa para pelaku industri finansial mematuhi regulasi yang ada. Hal ini termasuk mengenakan sanksi, meminta penyuntikan modal dari pemegang saham atau investor strategis yang kredibel, serta mempertimbangkan alternatif pengembalian izin usaha bagi yang tidak dapat memenuhi kewajiban ekuitas minimum.
Dalam menghadapi tantangan ini, OJK menekankan pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku. Hal ini tidak hanya untuk menjaga stabilitas sektor keuangan, tetapi juga untuk melindungi kepentingan konsumen dan memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan dalam industri finansial.
Kepatuhan terhadap kewajiban ekuitas minimum bukan hanya sebagai bentuk kepatuhan terhadap regulasi, tetapi juga sebagai upaya untuk membangun fondasi yang kuat bagi pertumbuhan bisnis jangka panjang. Dengan memastikan kecukupan permodalan, perusahaan pembiayaan dapat lebih stabil dalam menghadapi risiko dan memberikan layanan yang berkualitas bagi masyarakat.
OJK terus mengawasi dan memberikan arahan kepada para pelaku industri finansial untuk memastikan bahwa standar kepatuhan dan kualitas layanan tetap terjaga. Dengan demikian, diharapkan bahwa industri finansial di Indonesia dapat terus berkembang secara berkelanjutan dan memberikan manfaat yang maksimal bagi seluruh pemangku kepentingan.