Merancang Ulang Insentif Likuiditas untuk Kembalikan Kredit ke Sektor Padat Karya

Bank Indonesia (BI) sedang merancang ulang insentif kebijakan likuiditasnya. Mereka berencana mengembalikan Giro Wajib Minimum (GWM) untuk bank yang memberikan kredit kepada sektor-sektor prioritas yang bisa menciptakan banyak lapangan kerja, mulai Januari 2025. Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan bahwa saat ini mereka sedang dalam tahap akhir untuk menyusun kebijakan baru ini. Sektor-sektor yang diutamakan antara lain perdagangan (baik besar maupun eceran), pertanian, dan industri pengolahan yang padat karya.

Tapi bukan cuma itu saja! Bank juga akan mendapatkan insentif untuk menyalurkan kredit ke sektor transportasi, pariwisata, dan ekonomi kreatif, termasuk sektor perumahan yang meliputi konstruksi rumah untuk rakyat.

Saat ini, bank sudah mendapat insentif likuiditas makroprudensial (KLM) jika mereka menyalurkan kredit ke sektor prioritas seperti hilirisasi, perumahan, pariwisata, otomotif, perdagangan, LGA, dan jasa sosial. Perry menjelaskan bahwa insentif KLM ini berbentuk penurunan GWM, dan besarnya tergantung pada sektor serta jumlah kredit yang diberikan.

Menanggapi rencana ini, Direktur Utama Bank BJB, Yuddy Renaldi, mengatakan bahwa dorongan untuk menyalurkan kredit ke sektor padat karya bisa meningkatkan lapangan kerja. Ini tentu akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi karena pendapatan masyarakat meningkat dan konsumsi pun ikut naik. Di Bank BJB, sektor padat karya seperti pertanian dan perdagangan sudah menyumbang lebih dari 15% dari total komposisi.

Yuddy juga menambahkan bahwa insentif KLM akan memberi kelonggaran likuiditas, sehingga bank bisa lebih optimal dalam menyalurkan kredit. Hal serupa juga diungkapkan oleh PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN), yang sangat menghargai langkah BI ini. Corporate Secretary BTN, Ramon Armando, mengatakan bahwa kebijakan ini akan membantu sektor perumahan, yang berkontribusi besar pada pertumbuhan kredit.

Ramon juga menyoroti bahwa pembangunan rumah bisa menyerap banyak tenaga kerja. Misalnya, membangun 100.000 rumah bisa menciptakan 500.000 lapangan kerja. BTN berkomitmen untuk mendukung program Tiga Juta Rumah dari pemerintah, sehingga tambahan likuiditas dari pengurangan GWM sangat dibutuhkan untuk mendorong sektor perumahan.

Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) juga mulai mengkaji strategi penyaluran kreditnya seiring dengan rencana BI ini. Direktur Kepatuhan Bank Oke, Efdinal Alamsyah, menilai langkah ini menunjukkan kebijakan proaktif dari BI untuk fokus pada sektor-sektor yang dapat berdampak positif bagi masyarakat dan perekonomian.

Namun, Efdinal juga mengingatkan bahwa sektor padat karya seringkali menghadapi risiko lebih tinggi. Jadi, bank yang belum banyak terlibat di sektor ini perlu mempersiapkan strategi manajemen risiko yang matang. Mereka akan terus mempelajari dampak kebijakan ini setelah ketentuan resmi dikeluarkan oleh BI.

Secara keseluruhan, langkah BI ini bisa jadi peluang sekaligus tantangan bagi Bank Oke untuk beradaptasi dan memanfaatkan insentif tersebut demi mendukung pertumbuhan ekonomi di sektor padat karya.

Mungkin Anda juga menyukai