Langkah Pemerintah dalam Menangani Kenaikan Harga Bawang Putih
Melonjaknya harga bawang putih di pasar domestik telah memicu kekhawatiran di kalangan konsumen dan pelaku usaha. Seiring dengan naiknya harga kebutuhan pokok ini, para pelaku usaha dan beberapa pihak masyarakat mulai mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah yang tepat guna menstabilkan harga bawang putih.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah merekomendasikan Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk mengatur harga acuan pembelian (HAP) atau harga eceran tertinggi (HET) bawang putih, guna menentukan perkembangan harga di pasaran. Hal ini diharapkan dapat memberikan kepastian harga dan mengendalikan fluktuasi yang tidak terkendali.
Fanshurullah, seorang tokoh terkait, menyebutkan bahwa komoditas pangan lainnya seperti beras, gula, telur, dan minyak goreng telah memiliki harga acuan sehingga kenaikannya dapat segera dikontrol oleh pemerintah. Penetapan harga acuan bagi bawang putih diharapkan dapat memberikan perlindungan yang sama terhadap konsumen dan pelaku usaha.
Berdasarkan data Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga rata-rata bawang putih nasional sudah melonjak di angka Rp42.830 per kilogram. Kenaikan ini menjadi perhatian serius mengingat dampaknya terhadap daya beli masyarakat, terutama bagi kelompok ekonomi menengah ke bawah.
Menurut KPPU, tingginya harga bawang putih disebabkan oleh importir yang mendapatkan barang dengan kualitas yang kurang baik, sehingga mereka harus mengeluarkan biaya lebih untuk penyimpanannya. Oleh karena itu, kontrol mutu terhadap impor bawang putih juga menjadi penting dalam menangani masalah kenaikan harga ini.
Kesimpulannya, langkah-langkah konkret seperti penetapan harga acuan dan kontrol mutu terhadap impor perlu segera diambil oleh pemerintah guna menstabilkan harga bawang putih dan melindungi kepentingan konsumen serta pelaku usaha dalam negeri. Dengan adanya kebijakan yang tepat, diharapkan situasi ini dapat segera teratasi dan stabilitas harga dapat terjaga dalam jangka panjang.