Kamu Bingung? Begini Penjelasan BMKG tentang Musim Kemarau dan Hujan Terus Turun
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa puncak musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia akan terjadi pada bulan Juli dan Agustus 2024. Meskipun demikian, hujan masih sering terjadi di banyak wilayah di Indonesia.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, mengkonfirmasi bahwa sebagian besar wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau. Namun, dia menegaskan bahwa meskipun musim kemarau, bukan berarti tidak akan turun hujan sama sekali. Hanya saja, intensitas hujan diperkirakan di bawah 50 mm per dasarian.
“Sebagian besar wilayah Indonesia akan mengalami musim kemarau pada bulan Juli dan Agustus 2024, dengan durasi musim kemarau diperkirakan antara 3 hingga 15 dasarian. Meskipun begitu, bukan berarti tidak akan ada hujan sama sekali selama periode kemarau, hanya saja intensitasnya di bawah 50 mm per dasariannya,” jelas Guswanto dalam keterangannya pada Jumat (5/7/2024).
Guswanto juga menyebut bahwa dalam satu minggu ke depan, terdapat potensi peningkatan curah hujan secara signifikan di sejumlah wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan oleh dinamika atmosfer skala regional – global yang cukup signifikan, seperti aktivitas fenomena Madden Julian Oscillation (MJO), Gelombang Kelvin, dan Rossby Equatorial di sebagian besar wilayah Indonesia.
Selain itu, suhu permukaan laut yang hangat di sekitar perairan Indonesia juga memberikan kontribusi dalam menciptakan kondisi yang mendukung pertumbuhan awan hujan di wilayah tersebut.
“Fenomena atmosfer ini menjadi pemicu terjadinya dinamika cuaca yang mengakibatkan turunnya hujan di sebagian besar wilayah Indonesia,” tambahnya.
Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, mengatakan bahwa kombinasi fenomena cuaca tersebut diprediksi akan menyebabkan potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat beserta kilat atau angin kencang di sebagian besar wilayah Indonesia pada tanggal 5 – 11 Juli 2024. Wilayah yang berpotensi terkena dampak adalah Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Andri juga mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap kemungkinan adanya hujan yang dapat menyebabkan bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, dan banjir bandang, terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah perbukitan, dataran tinggi, dan sepanjang aliran sungai.
Terkait cuaca ekstrem yang terjadi di Depok pada tanggal 3 Juli, Andri menjelaskan bahwa kejadian tersebut disebabkan oleh awan Cumulonimbus (CB) yang terbentuk akibat daya angkat atau konvektif yang kuat di wilayah tersebut.
Proses hujan dimulai dengan kondensasi uap air dingin melewati atmosfer di lapisan atas level beku, yang kemudian membentuk es besar. Ketika es tersebut turun ke area yang lebih rendah dan hangat, terjadi hujan. Beberapa es mungkin tidak sempurna mencair dan menjadi hujan es, terutama saat suhu puncak awan CB mencapai minus 80 derajat Celcius.
“Selagi hujan turun, sebaiknya manfaatkan untuk menabung air. Gunakan air dengan bijak agar memiliki cadangan ketika musim kemarau tiba,” tutupnya.